Istilah
demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu
bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan
berada di tangan orang banyak (rakyat). Istilah demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, dēmokratía "kekuasaan rakyat" yang dibentuk dari kata demos "rakyat"
dan Kratos "kekuasaan".
Secara garis
besar, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan
pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi
langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
Demokrasi
langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara
atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat
mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki
pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Sedangkan dalam
demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan
umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.
Di Indonesia
sendiri pemilihan umum diaksanakan pertama kali pada tahun 1955 pada awalnya
ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wail presiden (pilpres), yang semula
dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat
sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian
dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu.
Sistem
Pemilu Di Indonesia
Sistem
pemilu di bagi menjadi dua kelompok yakni :
1. Sistem Distrik ( satu daerah
pemilihan memilih satu wakil )
didalam sistem distrik satu wilayah kecil memilih satu wakil tunggal atas
dasar suara terbanyak, sistem distrik memiliki variasi, yakni :
·
first
past the post : sistem yang menggunakan single memberdistrict dan pemilihan
yang berpusat pada calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara
terbanyak.
·
the
two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai landasan
untuk menentukan pemenang pemilu. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang
yang memperoleh suara mayoritas.
·
the
alternative vote : sama seperti firs past the post bedanya para
pemilih diberi otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan
ranking terhadap calon-calon yang ada.
·
block
vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang
terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang
ada.
2. Sistem proporsional ( satu daerah
pemilihan memilih beberapa wakil )
dalam sistem ini satu wilayah besar memilih beberapa wakil. prinsip utama
di dalam sistem ini adalah adanya terjemahan capaian suara di dalam pemilu oleh
peserta pemilu ke dalam alokasi kursi di lembaga perwakilan secara
proporsional, sistem ini menggunakan sistem multimember districts. Ada dua
macam sitem di dalam sitem proporsional, yakni ;
·
list
proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu
menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. Alokasi
kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
·
the
single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan
preferensinya. Pemenangnya didasarkan atas penggunaan kuota.
Perbedaan
pokok antara sistem distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung
perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam
parlemen bagi masing-masing partai politik.
Sistem
proporsional biasanya diminati di negara-negara dengan sistem kepartaian Plural
ataupun multipartai (banyak partai). Meskipun kalah di suatu daerah pemilihan,
calon legislatif ataupun partai politik dapat mengakumulasikan suara dari
daerah-daerah pemilihan lain sehingga memenuhi kuota guna mendapatkan kursi.
Varian sistem Proporsional adalah Proporsional Daftar dan Single
Transferable Vote.
Indonesia
telah menyelenggarakan 9 kali pemilihan umum. Khususnya untuk pemilihan anggota
parlemen (baik pusat maupun daerah), yang kadang berbeda dari satu pemilu ke
pemilu lain. Perbedaan ini akibat sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti
jumlah penduduk, jumlah partai politik, trend kepentingan partai saat itu, dan
juga jenis sistem politik yang tengah berlangsung.
Sistem
pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem
pemilihan Proporsional, adanya usulan sistem pemilihan umum Distrik di
indonesia yang sempat diajukan, ternyata di tolak. Pemilu-pemilu paska Soeharto
tetap menggunakan sistem proporsional dengan alasan bahwa sistem ini dianggap
sebagai sistem yang lebih pas untuk Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tingkat
kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup besar.
Pasca
pemerintahan Soeharto 1999, 2004 dan 2009 terdapat perubahan terhadap
sistem pemilu di Indonesia yakni terjadinya modifikasi sistem proporsional di
indonesia, dari proporsional tertutup menjadi proporsional semi daftar terbuka.
Dilihat dari daerah pemilihan terdapat perubahan antara pemilu 1999 dengan masa
orde baru. pada orde baru yang menjadi daerah pilihan adalah provinsi, alokasi
kursinya murni di dasarkan pada perolehan suara di dalam satu provinsi,
sedangkan di tahun 1999 provinsi masih sebagai daerah pilihan namun sudah
menjadi pertimbangan kabupaten/kota dan alokasi kursi dari partai peserta
pemilu didasarkan pada perolehan suara yang ada di masing-masing provinsi
tetapi mulai mempertimbangkan perolehan calon dari masing-masing kabupaten /kota.
Pemilu 2004
merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Di pemilu
2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih presidennya secara
langsung. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem
pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah Indonesia.
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Dasar Hukum
Landasan
hukum Pemilu 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 yang diundangkan 4
April 1953. Dalam UU tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral:
Anggota DPR dan Konstituante (seperti MPR). Sistem yang digunakan adalahproporsional.
Menurut UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem bilangan
pembagi pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota parlemen.
Pemilu 1971
diadakan tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 16 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Dasar hukum
Pemilu 1977 adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1975. Pemilu ini diadakan setelah
fusi partai politik dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang digunakan pada
pemilu 1977 serupa dengan pada pemilu 1971 yaitu sistem proporsional
dengan daftar tertutup.
Pemilu 1982
diadakan tanggal 4 Mei 1982. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di mana hendak
memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda.
Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat
oleh presiden. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 1980.
Pada pemilu
2004, mekanisme pengaturan pemilihan anggota parlemen ini ada di dalam
Undang-undang Nomor 12 tahun 2003. Untuk kursi DPR, dijatahkan 550 kursi.
Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi.
Pemilu 2009
dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008.[21] Jumlah kursi
DPR ditetapkan sebesar 560 di mana daerah dapil anggota DPR adalah
provinsi atau bagian provinsi. Jumlah kursi di tiap dapil yang
diperebutkan minimal tiga dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda
dengan Pemilu 2004.
Analisis
Kelemahan Pemilu di Indonesia
Sistem
pemilihan umum (pemilu) di Indonesia tergolong lebih rumit dibandingkan dengan
sejumlah negara lain, sehingga memerlukan tiga institusi penyelenggaranya. Indonesia
adalah satu-satunya negara di dunia yang mempunyai tiga lembaga penyelenggara
pemilu. Hal itu karena sistem demokrasi bangsa kita rumit, dan kita mempunyai
mekanisme yang berbeda dengan negara-negara demokrasi lain.
Sistem proporsional
yang dianut oleh pemilu di Indonesia kurang mendorong partai-partai untuk
bekerja sama satu sama lain, tetapi sebaliknya cenderung mempertajam
perbedaan-perbedaan.
Dalam sistem
perwakilan proposional para pemilih akan memilih partai politik, bukan calon
perseorangan seperti pada sistem distrik. Akibat dari hubungan antara para
pemilih dan wakil-wakilnya di badan perwakilan rakyat tidak seerat dalam sistem
distrik. Akibatnya kekuasaan partai politik sangat besar, karena pada
hakekatnya partai politiklah yang menentukan siapa-siapa calon partai politik
untuk pemilihan umum. Sedangkan praktek dari Hare system dapat mengakibatkan
kecenderungan tambahnya partai politik, karena adanya ambisi perseorangan yang
ingin duduk sebagai pimpinan partai politik, maka dibentuklah partai baru.
Solusi Dari
Kelemahan Pemilu Di Indonesia
Sistem proposional
yang dianut dalam pemilihan umum di Indonesia dipilih bukan tanpa sebab, sistem
proposional juga memiliki kelebihan seperti, sistem proposional lebih
demokratis, praktis tanpa ada suara yang hilang, sistem proposional dianggap
representatif karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan suara
yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilu, dan tidak ada distorsi di mana
perolehan kursi kira-kira sama dengan persentase perolehan suara secara
nasional. Jika sistem tersebut dilakukan dengan sebaik-baiknya maka pemilu akan
berjalan dengan adil, jujur, dan bertanggug jawab.
Pemerintah harus
menyeleksi dengan ketat partai-partai yang akan masuk ke pemilu. Pemerintah
harus memberikan sanksi tegas kepada orang atau kelompok yang melakukan
kecurangan dalam pemilu. Pemerintah juga
sebaiknya melakukan sosialisasi politik yang transparan, baik, dan benar kepada
masyarakat . Dua lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU (Komisi Pemilihan
Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) harus dapat berkoordinasi
dalam pemilu agar berjalan sesuai harapan.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar