SIAPA
TAKUT ?
“Pakai hitam ? siapa takut.”
Demikian tagline sebuah produk shampo di sebuah stasiun TV swasta. “Takut”
kata-kata tersebut sekarang sudah menjadi rasa yang pahit dalam diri setiap
manusia Indonesia. Ketakutan yang wajar dan yang tidak wajar menjadi wacana
dalam imajinasi dan realita hidup. “Takut sama siap?”. Sama Tuhan, sama
manusia, sama hewan, sama jin, setan atau sama diri sendiri. Tapi takut yang
ini adalah ketakutan yang menyebabkan satu manusia dengan manusia yang lain
ribut, bentrok bahkan terjadi kekacauan bahkan saling bunuh.
Ke”takut”an satu kelompok (komunitas)
dengan kelompok yang lain. Kelompok Nasionalis takut dengan kelompok agamais
yang sepertinya akan menggerus nilai-nilai nasionalis. Begitu juga sebaliknya.
Kelompok Agamais takut dengan kelompok Liberalis yang seakan-akan membebaskan
apa saja tanpa memandang kaidah moral agama sebagai patokan. Kelompok Liberalis
takut dengan kelompok Agamais yang hanya akan membatasi hak-hak mereka sebagai
manusia yang bebas memilih.
Satu kelompok Agamis takut dengan
kelompok Agamais yang lain yang akan menyebabkan para pengikutnya menjadi
murtad lantaran diiming-imingini oleh isi perut. Kelompok tanpa agama (sekuler)
tidak akan suka jika manusia menjadi lemah karena memiliki agama.
Inilah ke”TAKUT”an yang tidak wajar.
Bagaimana tidak, Tuhan saja yang menciptakan manusia tidak akan takut jika
hamba-Nya tersebut menjadi pembangkang atas eksistensi-Nya sebagai Tuhan. Manusia
diberikan aqal, alat indra dan hati untuk memahami-Nya dan utnuk memahami
dirinya sendiri. Manusia diberikan kebebasan memilih, iman atau kafir, lurus
atau sesat, melebihi kemuliaan malaikat atau lebih hina dari setan. Dan
keyakinannya itu akan dipertanggung jawabkannya kemudian.
Maka untuk menjadi manusia tetap
manusia yang paripurna (mulia) sudah seharusnya manusia mempunyai hukum yang
akan mengatur hubungan manusia dengan yang lainnya. Dalam negara kita yang kita
cintai ini, Pancasila merupakan warisan para pendiri bangsa ini yang wajib
tetap dijaga hingga titik darah penghabisan. UUD 1945 Amandemen adalah sendi-sendi
hukum yang merekat erat menyatukan keping-keping permata di bumi pertiwi ini.
Apapun suku, budaya, agama, dan
bahasa dan mereka adalah warga negara serta rakyat Indonesia, maka wajib
menjungjung tinggi Pancasila dan UUD 1945 sebagai pandangan hidup bagi rakyat
dan bangsa Indonesia ini. Tanpa terkecuali.
Tetapi dalam arus global saat ini,
tatanan hukum satu negara dengan negara yang lainnya bisa saling mempengaruhi
dan bisa saling menjatuhkan. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini pun
tidak luput dari imbas pengaruh faham negara lain. Tapi kita jangan takut,
karena kalau takut kita akan bertindak tidak wajar.
Ada beberapa sifat manusia yang akan
merusak suatu kelompok dengan kelompok yang lainnya.
1. Dengki, sifat dengki yang terus dipelihara dalam diri manusia
akan melahirkan kebencian, betapa dahsyat dan besar akibat yang ditimbulkan
jika suatu agama, suku, bangsa membenci agama, suku dan bangsa lainnya.
Menghilangkan sifat dengki dan
kebencian dengan penyadaran diri atau kelompok, bahwa kita hidup di atas bumi
ini tidak sendirian. Kita hidup dalam komunitas yang beragam, ratusan suku,
budaya, bahasa, kepercayaan, agama dan bangsa ada dalam dunia ini. Ini harus
dijaga, saling menghormati, saling menghargai, saling menolong dalam sisi
kemanusiaan. Hingga akan tercipta hubungan yang harmonis yang dinamis.
2. Dendam, tidak akan selesai urusan manusia jika dendam terus
membara. Kita melihat bagaimana satu suku dengan suku yang lainnya di Papua
saling serang dan membunuh karena dendam. Dan hal itu tidak akan selesai jika
tidak ada korban jiwa yang sama. Dan karena dendam tersebutlah pertikaian terus
terjadi.
Bagaimana menyudahi kemelut yang
terus terjadi, dengan penegakkan hukum yang tegas dan adil, serta memberikan
pemahaman bahwa pertikaian dan peperangan bukanlah jalan yang terbaik.
3. Khianat, betapa banyak kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan di
negeri tercinta ini. Banyak tikus mati di lumbung padi, ini ungkapan pepatah
yang membuat miris mereka yang punya hati yang bersih. Janji telah diucapkan,
dukungan telah ditunaikan. Tetapi peng”khianat”an terhadap janji-janji dan
sumpah kesetiaan itulah yang dikhianati.
Sekiranya gunung yang kukuh
diserahkan amanat dari pencipta-Nya, maka gunung tersebut akan runtuh, karena
betapa berat dan tidak akan sanggup gunung tersebut memegang amanat. Tetapi
manusia yang bodoh (culas) akan tertawa menyeringai sambil mengunyah amanat
tersebut dan berkata, “Wani piro ?”
Negeriku, Bangsaku, Rakyatku.
Janganlah engkau takut. Tapi bangkitlah untuk menyatukan kepinga-kepingan
permata yang berserakan di khatulistiwa ini dengan memuliakan perbedaan yang
ada.
Wahai Ibu Pertiwi, basuhlah
kebencian dan dendam dengan air matamu agar bersih dan suci. Duhai para
pemimpin kami, ucapan-ucapanmu akan harum laksana bunga surga bagi kami, jika
engkau lurus tidak berkhianat terhadap kami.
Ya Allah, Tuhan kami, terimakasih
telah Engkau berikan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sebagai Rumah kami
yang indah bagai Pelangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar